Aturan Turunan UU Asuransi Disiapkan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siap merilis aturan turunan terkait dengan 43 amanat dari UU Asuransi yang baru disahkan oleh pemerintah dan DPR dengan membuat sekitar 10 hingga 15 peraturan OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Firdaus Djaelani mengatakan pihaknya tidak akan membuat 43 peraturan OJK melainkan dapat diringkas ke dalam belasan peraturan.
“Tapi bukan berarti kalau POJK itu belum jadi kita belum bisa melaksanakan (ketentuan UU itu). Kalau yang peraturan sekarang belum dicabut, masih bisa kita gunakan,” kata Firdaus di ruang kerjanya, Rabu (24/12)
Menurutnya, OJK sebenarnya diberi waktu oleh UU tersebut selama 2,5 tahun untuk membuat peraturan turunan. Namun, pada tahun depan, regulator berencana menyelesaikan lebih dari separuh amanat tersebut.
Regulator tengah melakukan inventarisasi isu dari 43 amanat UU tersebut. Sebelum UU Asuransi yang baru itu disahkan oleh pemerintah dan DPR, OJK telah membuat sejumlah peraturan terkait.
Salah satunya mengenai uji kepatuhan dan kelayakan dari direksi dan komisaris perusahaan asuransi yang dituangkan dalam POJK No.4/2013 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatuhan Bagi Pihak Utama Pada Perasuransian. Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan dan Perusahaan Penjamin.
Contoh lainnya, pada salah satu pasal disebutkan, perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan, informasi, data atau dokumen kepada OJK. Ayat di pasal tersebut menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian laporan kepada OJK diatur dalam POJK.
Terkait hal itu, regulator telah mengeluarkan POJK No.3/2013 tentang Laporan Bulanan Lembaga Jasa Keuangan Non Bank. Selain itu, regulator juga telah mengeluarkan POJK No.1/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan sebagainya.
Sementara itu, salah satu contoh peraturan yang belum dibuat oleh OJK mengacu kepada UU Asuransi tersebut adalah mengenai permohonan pernyataan pailit dari kreditor kepada OJK untuk diajukan ke pengadilan niaga.
UU Asuransi yang baru tersebut menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan permohonan dari kreditur tersebut diatur dalam POJK.
Pembuatan peraturan baru ini juga diperlukan untuk aspek legalitas di mana sebagai peraturan lama masih mengacu kepada UU No.2/1992 tentang Usaha Perasuransian, bukan UU baru.
Berdasarkan catatan Bisnis, Sekretaris Panitia Kerja RUU Perasuransian Abdilla Fauzi Achmad pernah mengklaim jika RUU Perasuransian yang telah disetujui oleh semua fraksi di Komisi XI tersebut berpihak kepada kepentingan masyarakat.
“Keberpihakan kepada masyarakat sudah sangat tercermin dalam UU ini. Ada beberapa poin pelaksanaan yang diserahkan kepada pemerintah dan OJK, yang kita berikan amanah agar berpihak kepada masyarakat, khususnya perlindungan konsumen,” katanya dalam keterangan tertulis yang dilansir situs DPR.
Source: Bisnis Indonesia, 26 Desember 2014